Kamis, 28 Desember 2017

KENDALA DALAM PENGEMBANGAN KREATIFITAS

Sumber Kendala Dalam Pengembangan Kreativitas

Shallcross (1985) menggolongkan kendala atau rintangan dalam menggunakan potensi kreatif ke dalam kendala historis, biologis, fisiologis, dan sosiologis.

1.        Kendala Historis
Dikemukakan bahwa ditinjau secara historis ada kurun waktu tertentu yang merupakan puncak kejayaan kreativitas. Sebaliknya pula kurrun waktu yang tidak menunjang bahkan menghambat pengembangan kreativitas perorangan maupun kelompok.
Shallcross menyebut sebagai contoh di dunia Barat, kehidupan pada abad Victoria tidak memberikan banyak kebebasan untuk perilaku termasuk pemikiran anggota masyarakatnya.

2.       Kendala Biologis

Dari sudut tinjau biologis, beberapa pakar menekankan bahwa kemampuan kreatif merupakan ciri herediter, sementara pakar lainnya percaya bahwa lingkungan menjadi faktor penentu utama. Harus diakui bahwa gen yang diwarisi berperan dalam menentukan batas‑batas inteligensi, tetapi sering dalam hal inteligensi kreatif, hereditas lebih banyak digunakan sebagai alasan daripada merupakan kenyataan.

3.       Kendala Fisiologis

Seseorang dapat mengalami kendala faali karena terjadi kerusakan otak karena penyakit atau karena kecelakaan. Atau seseorang menyandang salah satu ketunaan fisik yang menghambatnya untuk rnengungkapkan kreativitasnya.

4.       Kendala Sosiologis

Lingkungan Sosial mempunyai dampak terhadap ungkapan kreatifitas kita. Setiap masyarakat memiliki nilai, norma, dan tradisi tertentu, kegiatan, minat dan perilaku kolektif. Lingkungan sosial merupakan faktor utama yang menentukan kemampuan kita untuk menggunakan potensi kreatif dan untuk mengungkapkan keunikan kita. Ungkapan kreatif melibatkan risiko pribadi. Sering seseorang mundur dari pernyataan pikiran atau pendapat agar merasa diterima. Implikasinya jelas bagi mereka yang berupaya menumbuhkan perilaku kreatif melalui mengajar.

5.       Kendala Psikologis

Dari semua kategori kendala terhadap produktivitas kreatif yang tersebut di muka ‑historis, biologis, fisiologis, dan sosiologis, kendala yang paling utama dan penting mendapat perhatian pendidik ialah kendala psikologis terhadap perilaku kreatif. Kendala dapat dirumuskan sebagai faktor atau kendala yang membatasi, menghalangi, atau mencegah pencapaian sasaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), dalam hal ini menghambat perilaku kreatif. Kendala yang dikemukakan sampai sebagian besar termasuk faktor eksternal. Banyak di antaranya digunakan sebagai alasan untuk tidak kreatif. Dalam kenyataan, beberapa orang meyakinkan dirinya bahwa faktor eksternal menyebabkan mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya; dan keyakinan ini pun sudah merupakan kendala psikologis.

6.       Kendala Diri Sendiri

Faktor‑faktor intemal seperti apakah yang dapat menghambat kinerja kreatif kita? Beberapa soal atau teka‑teki dapat membantu menyadari kendala psikologis terhadap pengembangan kreativitas.
Faktor‑faktor internal yang menghambat perilaku kreatif, seperti pengaruh dari kabiasaan atau pembiasaan, perkiraan harapan orang lain, kurangnya usaha atau kemalasan mental, menentukan sendiri batas‑batas yang dalam kenyataan tidak ada yang menghambat kinerja kreatif kita, dan kekakuan atau ketidaklenturan dalam berpikir. Dapat pula ditambahkan kendala seperti ketakutan untuk mengambil risiko, ketidakberanian untuk berbeda atau untuk menyimpang dari yang lazim dilakukan, takut untuk dikritik, diejek, atau dicemoohkan, ketergantungan pada otoritas, kecenderungan untuk mengikuti pola perilaku orang lain, rutinitas, kenyamanan, keakraban, kebutuhan akan keteraturan, ketakhyulan, merasa ditentukan oleh nasib, hereditas, atau kedudukan seseorang di dalam hidup.
Menemukenali faktor internal yang menghambat pengembangan potensi kreatif Anda dan dari siswa merupakan langkah pertama untuk mengatasinya.
Menurut Murphy (1980), jika Anda mempunyai keinginan yang kuat untuk membebaskan diri dari kebiasaan yang menghambat ungkapan kreatif, Anda telah sembuh 51%.

Kendala dalam Mengembangkan Kreativitas Anak

Renzulli (1986) tentang keberbakatan, yang mempersyaratkan tiga kelompok ciri‑ciri, yaitu kemampuan umum, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas atau motivasi intrinsik. Jelaslah bahwa kreativitas dan motivasi merupakan faktor penentu keberbakatan di samping tingkat kecerdasan di atas rata‑rata. Namun, lingkungan yang menghambat dapat merusak motivasi anak, betapa kuat pun, dan dengan dernikian mematikan kretivitas (Amabile, 1989).

Amabile mengemukakan empat cara yang mematikan kreativitas, yaitu:

1.        Evaluasi

Rogers (dalam Vernon,. 1982) menekankan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi, atau paling tidak menunda pemberian evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkriasi. Bahkan menduga akan dievaluasi pun dapat mengurangi kreativitas anak

2.       Hadiah

Kebanyakan orang percaya bahwa memberi hadiah akan memperbaiki atau meningkatkan perilaku tersebut. Ternyata tidak demikian. Pernberian hadiah dapat merusak motivasi intrinsik dan mematikan kreativitas.

3.       Persaingan (Kompetisi)

Kompetisi lebih kompleks daripada pemberian evaluasi atau hadiah secara tersendiri, karena kompetisi meliputi‑keduanya. Biasanya persaingan terjadi apabila siswa merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain dan bahwa yang terbaik akan menerima hadiah. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari‑hari dan sayangnya dapat mematikan kreativitas.

4.       Lingkungan yang Membatasi

Alber Einstein yakin bahwa belajar dan kreativitas tidak dapat ditingkatkan dengan paksaan. Sebagai anak ia mempunyai pengalaman mengikuti sekolah yang sangat menekankan pada disiplin dan hafalan semata‑mata. Ia selalu diberitahu apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, dan pada ujian harus dapat mengulanginya dengan tepat, pengalaman yang baginya amat menyakitkan dan menghilangkan minatnya terhadap ilmu, meskipun hanya untuk sementara.

 Kendala diri Sosiallisasi
Cara‑cara baku yang begitu lama diandalkan dalam mendidik dan mengajar anak melalui evaluasi, hadiah, kompetisi dan membatasi pilihan, dalam kenyataan dapat merusak kreativitas. Jika hal itu ditiadakan, bagaimana kita dapat berhasil dalam menyosialisasikan anak menjadi orang yang dalam tingkah lakunya sopan, bertanggung jawab dan taat hukum?
Jawabannya ialah bahwa kita harus bertindak secara seimbang. Anak memerlukan pengendalian sehingga mereka merasa aman dalam lingkungan yang stabil dan andal, tetapi tidak sedemikian jauh bahwa mereka merasa seakan-akan apa pun yang mereka lakukan adalah karena diharuskan. Kita perlu menentukan batas terhadap perilaku mereka tetapi sedemikian bahwa mereka dapat mempertahankan motivasi intrinsik mereka (Amabile, 1989).

Kendala dari Rumah
Tidak jarang karena keinginan orang tua membantu anak berprestasi sebaik mungkin, mereka mendorong anak dalam bidang‑bidang yang tidak diminati anak. Akibatnya ialah, meskipun anak berprestasi cukup baik menurut ukuran standar, mencapai nilai tinggi, mendapat penghargaan, tetapi mereka tidak menyukai kegiatan tersebut sehingga tidak menghasilkan sesuatu yang betul‑betul kreatif
Lingkungan keluarga dapat pula menghambat kreativitas anak dengan tidak menggunakan secara tepat empat “pembunuh kreativitas” yaitu evaluasi, hadiah, kompetisi, dan pilihan atau lingkungan yang terbatas (Amabile, 1989).

Kendala dari Sekolah
Keempat “pembunuh kreativitas” dapat pula ditemukan di sekolah dan pada guru yang sebetulnya ingin memupuk kreativitas. Memberikan evaluasi semata‑mata dalam bentuk angka, tanpa penjelasan atau pemberian umpan balik positif mempunyai dampak merugikan pengembangan kreativitas. Jika siswa sering merasa diawasi dan dinilai guru, motivasi, dan kreativitas” mereka akan berkurang.
Hadiah dapat diberikan dalam berbagai bentuk di dalam kelas, tetapi jika anak merasa bahwa hadiah menjadi alasan utama untuk melakukan sesuatu, kreativitas mereka mungkin akan berkurang.
Kompetisi sering terjadi di dalam kelas, sebagai gabungan dari pemberian evaluasi dan hadiah, misalnya dalam bentuk kontes dengan hadiah untuk pekerjaan yang terbaik. Hal ini menimbulkan persaingan antarsiswa dan siswa akan membandingkan dirinya dengan siswa lain. Dengan membatasi pilihan anak, anak dapat diberi kesempatan untuk memilih lukisan yang akan digambar, daripada guru yang selalu menentukan apa yang harus digambar.
1.        Sikap Guru
       Ditemukan pula bahwa sikap dan harapan guru terhadap siswa sering dipengaruhi oleh pengetahuan mereka tentang IQ anak. Banyak guru mengharapkan dan memperoleh lebih banyak dari siswa dengan IQ yang tinggi. Sebaliknya guru tidak mengharapkan prestasi tinggi dari siswa yang diketahui mempunyai IQ yang rendah, dan ini pun akan terjadi. Harapan guru secara sadar atau tidak sadar dikomunikasikan kepada siswa, dan konsep diri serta harapan diri siswa dibentuk oleh umpan balik dari guru. Pygmalion effect ini juga disebut self-fulfilling prophesy, yaitu penemuan bahwa tanpa disadari orang berperilaku sebagaimana mereka percaya orang lain mengharapkan mereka berperilaku (Chaplin, 1976).

2.       Belajar dengan Hafalan Mekanis

Pada dasawarsa 1960‑an pendukung gerakan “kelas terbuka” (open classroom) menekankan bahwa metode pendidikan tradisional, termasuk menghapal secara mekanis, menghambat kreativitas. Bahkan ada yang berpendapat bahwa terlalu banyak pengetahuan merusak kreativitas. Namun, sekarang pendukung dari gerakan “back to basics” menyatakan bahwa pendidikan tidak ada gunanya jika tidak berdasarkan pembelajaran bahan pengetahuan dasar.

3.       Kegagalan

Semua siswa pasti pernah mengalami kegagalan dalam pendidikan mereka, tetapi frekuensi kegagalan dan cara bagaimana hal itu ditafsirkan mempunyai dampak nyata, terhadap motivasi intrinsik dan kreativitas.
Kegagalan tidak dapat dihindari seluruhnya, dan juga tidak perlu dihindari, karena kita dapat belajar dari kesalahan dan kegagalan. Bedanya ialah dalam cara guru membantu siswa memahami dan menafsirkan kegagalan

4.       Tekanan akan Konformitas

Bukan guru saja yang dapat mematikan kreativitas di sekolah. Anak-anak dapat saling menghambat kreativitas mereka dengan menekankan konformitas. Dampak dari tekanan teman sebaya nyata jika kita melihat gaya berpakaian anak, dan hiburan atau kegiatan waktu luang yang disukai. Pada umur sekitar sembilan tahun tekanan akan konformitas oleh teman sebaya dapat menghambat kreativitas anak. Penemuan bahwa kreativitas cenderung menurun pada tingkat kelas empat agaknya berkaitan langsung dengan tekanan teman sebaya (Torrance, dikutip Amabile, 1989).
Tekanan yang berlebih pada konformitas dan tradisi, baik di rurnah, di sekolah, dan di dalam masyarakat, dapat menghambat pengembangan potensi kreatif yang justru dalam perwujudannya mencerminkan keunikan seseorang. Seyogianya setiap anak diberi kebebasan untuk “menjadi dirinya”.

5.       “Sistem” Sekolah

Dalam tulisannya, Boredom, High Ability and Achievement Joan Freeman (1993) memberikan saran‑saran bagaimana mengatasi rasa bosan anak berbakat di sekolah. Dari penelitiannya ia memperoleh basil, bahwa kebosanan dapat timbul karena cara‑cara belajar mengajar yang tidak tepat. Cara terbaik untuk menghindari menurunnya minat dan timbulnya kebosanan ialah dengan meningkatkan motivasi intrinsik, Bagi siswa berbakat pembelajaran harus menantang, dengan memberikan kepada mereka bahan pelajaran yang lebih majemuk dan merangsang. Siswa berbakat yang dalam pelajaran membaca, harus mengikuti tempo siswa lain, akan merasa bosan. Sebaiknya, ia diberi bahan bacaan yang lebih maju, sesuai dengan tingkat kemampuannya. Mempertimbangkan minat khusus anak dan gaya belajarnya merupakan cara yang efektif untuk melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Pendekatan yang fleksibel dalam mengajar penting untuk meningkatkan kompetensi anak.

 Keseimbangan dalam Pembelajaran

Sebagaimana telah dikemukakan beberapa karakteristik guru, guru cenderung menghambat keterampilan berpikir kreatif dan menghambat kesediaan atau keberanian anak untuk mengungkapkan kreativitas mereka. Ini disimpulkan Cropley (1989) sebagai berikut:
1.        Penekanan bahwa guru selalu benar.
2.       Penekanan pengajaran berlebih pada hafalan.
3.       Penekanan pada belajar secana mekanis tentang teknik pemecahan masalah
4.       Penekanan pada evaluasi eksternal (oleh guru) dan kurang mementingkan evaluasi oleh siswa sendiri.
5.       Penekanan secara ketat untuk menyelesaikan pekerjaan.
6.       Penekanan secara berlebih pada konformitas terhadap norma kelompok
7.  Perbedaan secara kaku antara bekerja dan bermain dengan menekankan makna dan manfkat dari bekerja, sedangkan bermain adalah sekadar rekreasi.

 Kendala Konseptual dan Cara Mengatasinya

Adams (1986) menggunakan istilah conceptual bloks, yaitu dinding mental yang merintangi individu dalam pengamatan suatu masalah serta partimbangan cara‑cara pemecahannya. Sedangkan conceiptutial blockbusting ialah bagaimana, kita dapat menghancurkan dinding mental yang menghambat kinerja kreatif kita. Sebagaimana telah dikemukakan, kendala itu ada yang bersifat internal (ditimbulkan oleh diri sendiri) dan ada yang bersifat ekternal, yaitu timbul dalam lingkungan tertentu. Sehubungan dengan itu dapat dibedakan kendala yang diperoleh dalam pola kebudayaan tertentu (lingkungan makro) dan kendala yang berasal dari lingkungan dekat, sosial dan fisik. Sedangkan kendala internal meliputi kendala dalam persepsi, kendala emosional, kendala imajinasi, kendala intelektual, dan kendala dalam ekspresi.

1.        Kendala Kultural

Kekuatan sosial‑budaya ini mempengaruhi pola perilaku kita, perasaan, sikap, interaksi, sistem nilai, pendidikan, norma kelompok, dan hampir semua aspek kehidupan kita, termasuk perilaku kreatif (Van Demark, 1991).
Beberapa contoh dari kendala kultural terhadap kreativitas menurut Adams (1986) ialah:
a)     berkhayal atau melamun adalah membuang‑buang waktu,
b)     suka atau sikap bermain hanyalah cocok untuk anak‑anak,
c)      kita harus berpikir logis, kritis, analitis, dan tidak mengandalkan pada perasaan dan firasat,
d)     setiap masalah dapat dipecahkan dengan pemikiran ilmiah dan dengan uang banyak,
e)     keterikatan pada tradisi, dan
f)       adanya atau berlakunya tabu

2.       Kendala Lingkungan Dekat (Fisik dan Sosial)

Termasuk lingkungan dekat ialah lingkungan keluarga dan lingkungan kerja. Contoh kendala lingkungan dekat:
a)     kurang adanya kerja sama dan saling percaya antara, anggota keluarga atau antara sejawat,
b)     majikan (orang tua) yang otokrat dan tidak terbuka terhadap ide‑ide bawahannya (anak),
c)      ketidaknyamanan dalam keluarga atau pekerjaan,
d)     gangguan lingkungan, keributan, kegelisahan, serta
e)     kurang adanya dukungan untuk mewujudkan gagasan‑gagasan.

Di samping kendala dari lingkungan, banyak kendala yang ditimbulkan oleh diri sendiri, secara sadar atau tidak. Termasuk di sini ialah:

3.       Kendala perseptual
Kendala Perseptual dapat berupa :
a)     kesulitan untuk mengisolasi masalah,
b)     kecenderungan untuk terlalu membatasi masalah
c)      ketidakmampuan untukmelihat suatu masalah dari berbagai sudut
d)     melihat apa yang diharapkan akan dilihat; pengamatan stereotip label terlalu dini,
e)     kejenuhan sehingga tidak peka lagi dalam pengamatan, serta
f)       ketidakmampuan untuk menggunakan semua masukan sensoris

4.       Kendala emosional

Kendala emosional mewarnai dan membatasi bagaimana kita dan bagaimana kita berpikir tentang suatu masalah. Sebagai contoh:
a)     tidak adanya tantangan; masalah tersebut tidak menarik perhatian
b)  semangat yang berlebih; terlalu bermotivasi untuk cepat berhasil; dapat melihat satu jalan untuk diikuti,
c)      takut membuat kesalahan; takut gagal; takut mengambil resiko,
d)     tidak tenggang rasa terhadap ketaksaan (ambiguity); kebutuhan berlebih akan keteraturan dan keamanan,
e)     lebih suka menilai gagasan, daripada memberi gagasan, serta
f)       tidak dapat rileks, atau berinkubasi

5.       Kendala imajinasi

Hal ini rnenghalangi kebebasan dalam menjajaki dan memanipulasi gagasan‑gagasan. Contoh:
a)     pengendalian yang terlalu ketat terhadap alam pra‑ sadar atau tidak sadar
b)     tidak memberi kesempatan pada daya imajinasi, serta
c)      ketidakmampuan untuk membedakan realitas dari fantasi.

6.       Kendala intelektual

Hal ini timbul bila informasi dihimpun, dirumuskan, atau diolah secara tidak benar. Contoh:
a)     kurang informasi atau inforrnasi yang salah,
b)     tidak lentur dalam menggunakan strategi pemecahan masalah, serta
c)      perumusan masalah tidak tepat.

7.       Kendala dalam Ungkapan
Kendala dalam ungkapan, misalnya:
a)     keterampilan bahasa yang kurang untuk mengungkapkan gagasan, dan
b)     kelambanan dalam ungkapan secara tertulis.

8.       Mengatasi Kendala Konseptual (Conceptual Blockbusting)

Cara mengatasi atau menghindari kendala bergantung dari jenis kendala itu, apakah eksternal atau internal, apakah merupakan kendala intelektual, emosional, atau perseptual. Bagaimanapun, ada beberapa cara atau strategi yang secara umum dapat digunakan untuk membantu kita dalam kinerja kreatif, yaitu (Adams, 1986):

a.      Menggunakan cara‑cara pemikiran yang non‑verbal

Kita sudah begitu terbiasa atau terpaku pada pemikiran verbal karena inilah yang ditekankan dalam pendidikan formal, sehingga kita jarang menggunakan cara pemikiran yang lain, misalnya berpikir visual (dalam gambaran atau bayangan) atau yang mengandalkan alat indra lainnya.
b.  Mempunyai sikap mempertanyakan (questioning) atau menyelidiki (inquistive). Sikap mempertanyakan ini perlu untuk mendorong konseptualisasi. Jika Anda cenderung untuk menerima saja keadaan, maka juga tidak ada alasan atau kebutuhan untuk memperbarui. Sikap mempertanyakan perlu untuk mendapatkan jawaban yang kreatif

c.        Kelancaran dan kelenturan dalam berpikir

Dengan cara berpikir yang bebas dari kekakuan kita dapat mengatasi kendala konseptual dalam pemecahan masalah.

d.      Menggunakan teknik‑teknik kreatif

Teknik‑teknik kreatif yang telah dikemukakan dalam  dapat membantu kita memperoleh gagasan inovatif terhadap masalah yang mengganggu kita, yaitu teknik sumbang saran, daftar periksa, synectics, pemecahan masalah secara kreatif, dan lain‑lainnya.

Sumber :
Prof. Dr. Utami Munandar. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Rineka Cipta 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar